TENTANG WANITA

Darah Haid



Ta`arifnya : ialah darah yang keluar daripada faraj ( kemaluan ) perempuan diwaktu sihat yang bukan dengan sebab beranak



Huraian :-



Sekurang-kurang masa haid ialah sehari semalam dan kebiasaaannya ialah enam hari enam malam atau tujuh hari tujuh malam . Bermula sebanyak-banyak masa haid itu ialah lima belas hari beserta malamnya.


Masa Suci Diantara Dua Haid



Sekurang-kurang suci diantara dua haid itu ialah 15 hari beserta malamnya. Dan sebanyak-banyaknya pula tidak ada perbatasannya . (masa suci tidak ada perbatasan).



Dalam masaalah masa sebanyak-banyak kedatangan haid itu tidak ada batasan ini kerana perempuan itu terkadang-kadang haid dalam setahun hanya sekali bahkan ada juga perempuan-perempuan yang kedatangan haid seumur hidupnya hanya sekali sahaja.



Masa-masa kedatangan haid itu adalah berdasarkan pemeriksaan (kajian) Ulama fuqaha` yang diriwayatkan oleh syidina Ali Bin Abi Tholib R.A, dan telah dicatatkan oleh imam Syafie didalam kitabnya bersandarkan dalil sabda Nabi S.A.W kepada hamnah bte jahsh :-



Engkau kedatangan haid selama enam hari atau tujuh hari adalah didalam pengetahuan Allah Taala, kemudian engkau mandilah dan apabila telah engkau ketahui akan diri engkau telah suci dan bersih maka hendaklah engkau sembahyang dan berpuasa selama dua puluh empat atau dua puluh tiga hari dalam sebulan yang demikian adalah memadai bagi engkau . begitulah hendaknya engkau perbuat ditiap-tiap bulan sebagaimana suci mereka itu bagi masa haid dan masa sucinya.



(H.Riwayat : Abu daud dan Tarmizi dan katanya Hasan lagi Sahih )



Begitu juga dengan sebanyak-banyak masa haid iaitu 15 hari 15 malamadalah dengan istiqra` Fuqaha` .

BID'AH

MENGENAL BID'AH
[Print View] [kirim ke Teman]

Al Allamah Asy Syaikh Abdurrahman bin Nashir As Sa`di rahimahullah memaparkan tentang bid`ah : "Bid`ah adalah perkara yang diada-adakan dalam agama. Sesungguhnya agama itu adalah apa yang datangnya dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam sebagaimana termaktub dalam Al Qur'an dan As Sunnah. Dengan demikian apa yang ditunjukkan oleh Al Qur'an dan As Sunnah itulah agama dan apa yang menyelisihi Al Qur'an dan As Sunnah berarti perkara itu adalah bid`ah. Ini merupakan defenisi yang mencakup dalam penjabaran arti bid`ah. Sementara bid`ah itu dari sisi keadaannya terbagi dua :

Pertama : Bid`ah I'tiqad (bid`ah yang bersangkutan dengan keyakinan)
Bid`ah ini juga diistilahkan bid`ah qauliyah (bid`ah dalam hal pendapat) dan yang menjadi patokannya adalah sabda Rasulullah shallallahu alaihi wasallam yang diriwayatkan dalam kitab sunan :
"Umat ini akan terpecah menjadi 73 golongan, semuanya berada dalam neraka kecuali satu golongan".
Para shahabat bertanya : "Siapa golongan yang satu itu wahai Rasulullah ?.
Beliau menjawab : "Mereka yang berpegang dengan apa yang aku berada di atasnya pada hari ini dan juga para shahabatku".

Yang selamat dari perbuatan bid`ah ini hanyalah ahlus sunnah wal jama`ah yang mereka itu berpegang dengan ajaran Nabi shallallahu 'alaihi wasallam dan apa yang dipegangi oleh para shahabat radliallahu anhum dalam perkara ushul (pokok) secara keseluruhannya, pokok-pokok tauhid , masalah kerasulan (kenabian), takdir, masalah-masalah iman dan selainnya.

Sementara yang selain mereka dari kelompok sempalan (yang menyempal/keluar dari jalan yang benar) seperti Khawarij, Mu`tazilah, Jahmiyah, Qadariyah, Rafidhah, Murji`ah dan pecahan dari kelompok-kelompok ini , semuanya merupakan ahlul bid`ah dalam perkara i`tiqad. Dan hukum yang dijatuhkan kepada mereka berbeda-beda, sesuai dengan jauh dekatnya mereka dari pokok-pokok agama, sesuai dengan keyakinan atau penafsiran mereka, dan sesuai dengan selamat tidaknya ahlus sunnah dari kejelekan pendapat dan perbuatan mereka. Dan perincian dalam permasalahan ini sangatlah panjang untuk dibawakan di sini.

Kedua : Bid`ah Amaliyah (bid`ah yang bersangkutan dengan amalan ibadah)
Bid`ah amaliyah adalah penetapan satu ibadah dalam agama ini padahal ibadah tersebut tidak disyariatkan oleh Allah dan Rasul-Nya. Dan perlu diketahui bahwasanya setiap ibadah yang tidak diperintahkan oleh Penetap syariat (yakni Allah ta`ala) baik perintah itu wajib ataupun mustahab (sunnah) maka itu adalah bid`ah amaliyah dan masuk dalam sabda nabi shallallahu alaihi wasallam :
"Siapa yang mengamalkan suatu amalan yang tidak di atas perintah kami maka amalannya itu tertolak".
Karena itulah termasuk kaidah yang dipegangi oleh para imam termasuk Imam Ahmad rahimahullah dan selain beliau menyatakan :
"Ibadah itu pada asalnya terlarang (tidak boleh dikerjakan)"

Yakni tidak boleh menetapkan/mensyariatkan satu ibadah kecuali apa yang disyariatkan oleh Allah dan Rasul-Nya.
Dan mereka menyatakan pula :
"Muamalah dan adat (kebiasaan) itu pada asalnya dibolehkan (tidak dilarang)"

Oleh karena itu tidak boleh mengharamkan sesuatu dari muamalah dan adat tersebut kecuali apa yang Allah ta`ala dan rasul-Nya haramkan. Sehingga termasuk dari kebodohan bila mengklaim sebagian adat yang bukan ibadah sebagai bid`ah yang tidak boleh dikerjakan, padahal perkaranya sebaliknya (yakni adat bisa dilakukan) maka yang menghukumi adat itu dengan larangan dan pengharaman dia adalah ahlu bid`ah (mubtadi). Dengan demikian, tidak boleh mengharamkan satu adat kecuali apa yang diharamkan oleh Allah dan Rasul-Nya.

Dan adat itu sendiri terbagi tiga :
Pertama : yang membantu mewujudkan perkara kebaikan dan ketaatan maka adat seperti ini termasuk amalan qurbah (yang mendekatkan diri kepada Allah).
Kedua : yang membantu/mengantarkan kepada perbuatan dosa dan permusuhan maka adat seperti ini termasuk perkara yang diharamkan.
Ketiga : adat yang tidak masuk dalam bagian pertama dan kedua (yakni tidak masuk dalam amalan qurbah dan tidak pula masuk dalam perkara yang diharamkan) maka adat seperti ini mubah (boleh dikerjakan). Wallahu a`lam.*****
(Al Fatawa As Sa`diyah, hal. 63-64 sebagaimana dinukil dalam Fatawa Al Mar'ah Al Muslimah)