kisah

Rahman Chan Syarief 11 Maret jam 7:20 Reply
“Wah… Sungguh cantik ya sulaman bunga ini, ibu.?” Teriak seorang anak gadis kepada ibunya yang sedang teliti menyulam sehelai sapu tangan.
Si ibu hanya tersenyum manis melihat anak gadisnya punya minat akan seni sulaman itu.

“Mari duduk dengan ibu,” lembut si ibu menarik tangan anaknya.
“Apa khabar hidupmu hari ini? Pelajarannya baik? Bagaimana dengan teman-teman?” si ibu bertanya, ingin mengetahui perihal anak gadisnya.
Wajah si anak terus bertukar muram, mendung tanpa senyum dan riak ceriak seperti tadi.

“Ibu, saya gagal dalam pelajaran Sains hari ini. Semua teman-temanku mendapat markah yang bagus sekali sedangkan saya mendapat markah yang rendah, ibu.”
Si anak sedih, mengalir air mata hangatnya di pipi.
Diusapnya pipi lembut itu. Si ibu menggenggam erat tangan anaknya.

“ Anakku, lihat ni, sulaman ini cantik bukan? Penuh warna-warni dan
menenangkan jiwa melihatnya. Benang-benangnya tersusun indah, rapi sekali, sejuk mata memandangnya bukan? Nah, begitulah juga dengan segala musibah dan ujian yang Allah turunkan buat kita nak. Andai kamu memandang ujian itu seakan memandang sulaman ini dari posisi atas, pasti indah sekali bukan? Bahkan kamu kan mendapati ada corak dan mesej tertentu yang ingin disampaikan olen si penenun. Pasti ada.

Sebaliknya, jika kamu melihat ujian itu seperti halnya melihat sulaman itu dari posisi bawahnya, maka kamu akan mendapati bahawa sulaman itu sangat serabut. Jelek sekali. Benang-benangnya berbelit-belit. Warnanya kacau bilau bahkan menyakitkan mata dan mengacau balaukan jiwa kita bukan? Lalu, tiada mesej tersurat atau tersirat yang bakal kita dapati dari sulaman itu. Nah, yang mana satu pilihanmu?

Anakku, ujian itu ibarat tarbiyyah, pendidikan terus dari Allah buat kita. Ada yang ingin diajariNya pada kita. Husnuzzon(berbaik sangkalah) pada Allah. Mungkin, dari kegagalan tadi merupakan titik mula kesuksesanmu. Dan mungkin selepas kegagalan ini akan membuatkan dirimu terus mahu berusaha dan mendapat yang lebih baik dari teman-temanmu.

Percayalah nak, ketika dengan hikmahNya Allah menutup satu jalan di depanmu, dengan rahmatNya juga, Allah membuka jalan lain. Yang lebih baik mungkin. Yang lebih lebar mungkin. Yang lebih rata mungkin.

Problemnya, kita ini akan cepat merasa sedih dan marah bila mendapatkan musibah. Nah, sedih di saat terkena musibah itu bisa saja asal kemudian diiringi dengan sabar. Dan lagi, gembira di saat mendapat nikmat itu bisa saja asal kemudian diiringi dengan syukur. Dan hasilnya, kita bisa meraih sukses dengan syukur dan sabar itu. Faham anakku?”

Misalnya begini, ada sebuah kisah di mana seorang peminta sedekah meminta-minta di tepi jalanan. Lalu dengan rasa simpati, lalulah seorang lelaki dengan ikhlas menghulurkan sekeping duit syiling kepada si peminta tadi. Tapi apa yang terjadi si peminta itu mencampakkan duit syiling itu.

“Apa ini, duit syiling saja. tak bernilai!”

Si pemberi itu terkejut.

“Mengapa anda membalingkan duit syiling itu?! Bukankah itu yang sangat kamu perlukan?” bertanya si pemberi ini tidak puas hati dan marah dengan sikap si peminta itu.
“Oh, maaf ya pak. Saya tak marahkan bapak kerana memberikan saya duit syiling itu. Tapi saya marahkan duit itu kerana tak bernilai.”

*******
Lihat, apa artinya sikap si peminta itu? Sama saja dengan kita, sekiranya mendapatkan musibah, lalu kita tidak redha bahkan marah-marah dengan musibah itu. Ketahuilah, seandainya kita tidak redha dengan musibah itu, sama juga dengan kita tidak redha dengan pemberi musibah itu yakni Allah SWT.

Ketahuilah sahabat sekalian,

Dua dosa yang berat itu ialah apabila kita berputus asa dengan rahmat Allah dan merasa aman dari ‘makar’ Allah.
Kita tidak mahu menjadi termasuk dalam dua golongan di atas. Semoga sama-sama muhasabah diri agar terus menjadi hamba yang redha dan pasrah saat menerima musibah dan ujian dari Allah.

“Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya…..” QS 2:286

Wallahu’alam.

0 komentar:

Posting Komentar

Silakan Tinggalken Pesan