Tentang Muhammadiyah dan NU


Tujuan tulisan ringkas adalah memahamai masing-masing kelompok, bukan untuk memperuncing..

Muhammadiyah dan NU adalah organisasi, bukan masalah fiqh. Hanya dalam konteks Indonesia, Muhammadiyah dan NU adalah mewakili 2 golongan besar umat Islam secara fiqh juga. Muhammadiyah mewakili kelompok "modernis" (begitu ilmuwan menyebut), yang sebenarnya ada beberapa organisasi yang memiliki pandangan mirip seperti Persis (Persatuan Islam), Al-Irsyad, Sumatra Tawalib. Sedang NU (Nahdhatul Ulama) mewakili kelompok "tradisional", selain Nahdhatul Wathan, Jami'atul Washliyah, Perti, dll.

Kedua organisasi memiliki berbagai perbedaan pandangan. Dalam masyarakat perbedaan paling nyata adalah dalam berbagai masalah furu' (cabang). Misalnya Muhamadiyah melarang (bahkan membid'ahkan) bacaan Qunut di waktu Shubuh, sedang NU mensunahkan, bahkan masuk dalam ab'ad yang kalau tidak dilakukan harus melakukan sujud syahwi, dan berbagai masalah lain. (kunjungi masalah khilafiah)
Alhamdulillah, perbedaan pandangan ini sudah tidak menjadikan pertentangan lagi, karena kedewasaan dan toleransi yang besar dari keduanya.

Pandangan antara keduanya memang berasal dari "madrasah" (school of thought) berbeda, yang sesungguhnya sudah terjadi sangat lama. Muhammadiyah (lahir 1914, didirikan oleh KH Ahmad Dahlan) adalah lembaga yang lahir dari inspirasi pemikir-pemikir modern seperti Jamaluddin Al-Afghani, Muhammad Abduh, Rasyid Rida (yang sangat rasional) sekaligus pemikir salaf (yang literalis) seperti Ibn Taymiah, Muhammad bin Abdul Wahab. Wacana pemikiran modern misalnya membuka pintu ijtihad, kembali kepada Quran dan Sunah, tidak boleh taqlid, menghidupkan kembali pemikiran Islam. Sedang wacana salaf adalah bebaskan takhayul, bid'ah dan khurafat (TBC). Tetapi dalam perkembangan yang dominan --terutama di grass rootnya-- adalah wacana salaf. Sehingga Muhammadiyah sangat bersemangat dengan tema TBC. Yang menjadi masalah, banyak dari kategori TBC tersebut justru diamalkan di kalangan NU, bahkan dianggap sebagai sunah. Karena sifatnya yang dinamis, praktis dan rasional, Muhammadiyah banyak diikuti oleh kalangan terdidik dan masyarakat kota.

Di sisi lain NU (Nahdhatul Ulama, didirikan antara lain oleh KH Hasyim Asy'ari, 1926), lahir untuk menghidupkan tradisi bermadzhab, mengikuti ulama. Sedikit banyak kelahiran Muhammadiyah memang memicu kelahiran NU. Berbeda dengan Muhammadiyah, pengaruh NU sangat nampak di kalangan pedesaan.

Sebenarnya KH A Dahlan dan KH Hasyim Asy'ari sama-sama pernah berguru kepada Syaikh Ahmad Katib Minangkabawi, ulama besar madzhab Syafi'i di Makkah. Ketika bergaung pemikiran Abduh dan muridnya Rasyid Ridha di Mesir, KH A Dahlan sangat tertarik dan mengembangkannya di Indonesia. Sedang KH Hasyim Asy'ari justru kritis terhadap pemikiran mereka...

Berikut secara ringkas perbedaan pandangan di antara keduanya:
Masalah NU Muhammadiyah
Aqidah
(Keduanya masih dalam bingkai Ahlu Sunah) Mengikuti paham Asy'ariah/Maturidiah Mengikuti paham salaf/Wahabi* (Ibn Taymiah, Muhammad bin Abdul Wahab, Ibn Qayyim)
Fiqh Keharusan mengikuti salah satu madzhab (terutama Syafi'i) Langsung kepada Al-Quran dan Sunah, dan tarjih (memilih pendapat yang terkuat)
Tasauf/tarikat Menerima tasauf, dan tariqah yang mu'tabar (diakui) Menolak tasauf dan tariqah
(tetapi banyak yang apresitif secara individual dan selektif, misal HAMKA dengan tasauf modern-nya)
Pemikiran yang dominan Pemikir klasik : Asy'ari, Al-Ghazali, Nawawi, dll Ibn Taymiah, Muhammad bin Abdul Wahab, Ibn Qayyim, Muhammad Abduh, Rasyid Ridha

0 komentar:

Posting Komentar

Silakan Tinggalken Pesan